Warren G. Harding adalah Presiden ke-29 Amerika Serikat yang
memimpin dari tahun 1921 hingga 1923. Meskipun masa jabatannya singkat, Harding dikenal karena kebijakan luar negerinya yang mendukung isolasionisme, serta pemerintahannya yang terlibat dalam berbagai skandal. Meski begitu, ia juga dipandang memiliki visi kuat dalam usaha memperbaiki ekonomi setelah Perang Dunia I dan mengembalikan stabilitas politik.
Kebijakan Ekonomi dan Rekonstruksi Pasca-Perang Dunia I
Mengembalikan Stabilitas Ekonomi
Setelah selesainya Perang Dunia I, Amerika Serikat menghadapi tantangan besar dalam memulihkan ekonomi negara yang terguncang akibat perang. Inflasi tinggi dan pengangguran menjadi masalah utama. Sebagai Presiden, Harding berusaha untuk memperkenalkan kebijakan ekonomi yang bertujuan menstabilkan pasar dan mengurangi pengangguran.
Salah satu kebijakan ekonomi utama Harding adalah mengurangi pajak untuk perusahaan dan individu kaya. Dengan harapan, kebijakan ini akan mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja baru, serta merangsang pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini dikenal dengan sebutan “return to normalcy,” yang mengarah pada pemulihan ekonomi dengan mengurangi campur tangan pemerintah dalam urusan bisnis.
Kebijakan Isolasionisme
Dalam aspek kebijakan luar negeri, Harding mendorong kebijakan isolasionisme, yang berarti Amerika Serikat lebih fokus pada urusan dalam negeri dan menghindari keterlibatan langsung dalam konflik internasional. Salah satu langkah penting di bidang ini adalah Konferensi Pengurangan Senjata Laut Washington (1921-1922), yang bertujuan untuk membatasi jumlah kapal perang dan mengurangi ketegangan antar negara-negara besar.
Harding juga berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Eropa yang telah terguncang akibat Perang Dunia I dan mendorong perdamaian melalui diplomasi dan perjanjian internasional.
Pemerintahan yang Terlibat Skandal
Skandal Teapot Dome
Meskipun kebijakan luar negeri dan ekonomi Harding mendapatkan perhatian positif, masa pemerintahannya juga dibayangi skandal besar yang mencoreng reputasinya. Salah satu skandal terbesar adalah Teapot Dome Scandal, yang melibatkan pemberian hak pengelolaan lapangan minyak federal kepada perusahaan swasta tanpa prosedur yang benar.
Skandal ini melibatkan anggota kabinet Harding, termasuk Sekretaris Dalam Negeri Albert Fall, yang terbukti menerima suap dari perusahaan minyak untuk memberikan hak eksklusif atas pengelolaan sumber daya alam tersebut. Meskipun Harding sendiri tidak terlibat langsung, skandal ini merusak citra pemerintahannya dan menjadi salah satu contoh besar ketidakberesan dalam pemerintahan.
Pengaruh Skandal pada Citra Harding
Meskipun Harding berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada negara, skandal-skandal besar yang terjadi selama masa pemerintahannya membayangi pencapaian-pencapaiannya. Banyak yang melihat masa kepresidenan Harding sebagai periode yang dipenuhi ketidakberesan dan kurangnya pengawasan yang efektif terhadap pejabat-pejabat tinggi.
Warisan dan Kesimpulan
Kesimpulan tentang Kepemimpinan Harding
Pemerintahan Warren G. Harding mencerminkan kontradiksi antara usaha untuk memulihkan stabilitas ekonomi setelah perang dan skandal besar yang merusak reputasinya. Di satu sisi, kebijakan ekonomi Harding dapat dikatakan berhasil dalam merangsang pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja baru, tetapi di sisi lain, skandal yang terjadi selama pemerintahannya merusak citra keseluruhan kepemimpinannya.
Meskipun masa jabatannya relatif singkat karena ia meninggal
mendadak pada tahun 1923, warisannya tetap menjadi subjek kontroversi dalam sejarah Amerika Serikat. Beberapa orang memandangnya sebagai pemimpin yang gagal dalam menegakkan integritas di dalam pemerintahannya, sementara yang lain melihatnya sebagai seorang presiden yang berusaha untuk mengembalikan stabilitas di masa pasca-perang.
