Hibatullah Akhundzada merupakan salah satu tokoh yang paling
berpengaruh dan penuh kontroversi dalam sejarah kontemporer Afghanistan. Sebagai pemimpin utama Taliban, Akhundzada memiliki peran signifikan dalam kebangkitan kembali kelompok ini dan penguasaan Afghanistan pada tahun 2021 setelah dua dekade konflik. Kepemimpinan Akhundzada menunjukkan bagaimana pemimpin bisa menentukan arah nasib sebuah negara di tengah suasana krisis dan ketidakpastian global.
Latar Belakang Hibatullah Akhundzada
Keluarga dan Pendidikan
Hibatullah Akhundzada lahir di Kandahar, Afghanistan, pada tahun 1961. Ia adalah seorang ulama yang lama dikenal dalam kalangan Taliban. Sejak remaja, Akhundzada dikenal sangat mendalami ajaran Islam, terutama dalam bidang fiqh. Pendidikan agamanya yang mendalam memberinya penghormatan tinggi di antara para ulama lainnya, yang kemudian menjadi pendorong utama bagi kariernya sebagai pemimpin tertinggi Taliban.
Sebelum dikenal oleh dunia internasional, Akhundzada baru menonjol setelah menjadi pemimpin tertinggi Taliban pasca kematian Mullah Akhtar Mansour pada 2016. Sebelumnya, ia memiliki karier yang panjang sebagai hakim di pengadilan Taliban, yang terkenal dengan penerapan syariah yang keras.
Kenaikan Ke Pemimpin Tertinggi Taliban
Setelah Mullah Akhtar Mansour berpulang, Hibatullah Akhundzada ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi Taliban pada 2016. Penunjukannya didasari oleh reputasinya dalam bidang agama dan hukum Islam, serta ketenangan dan kestabilan yang diperlukan untuk memimpin kelompok yang berjuang untuk kembali berkuasa di Afghanistan. Akhundzada cenderung berperan di belakang layar, menghindari perhatian media, dan lebih memfokuskan perhatian pada penguatan organisasi Taliban, yang membantu meneguhkan posisinya.
Di bawah kepemimpinannya, Taliban mulai menguatkan pengaruhnya di Afghanistan dan di dunia, dengan meningkatkan aktivitas militer dan diplomasi yang lebih agresif. Pemimpin yang lebih religius ini berupaya untuk memperkenalkan interpretasi syariah yang ketat dan menekankan nilai-nilai moral Islam dalam berbagai aspek kehidupan negara.
Kepemimpinan Hibatullah Akhundzada dan Keberhasilan Taliban
Pengambilalihan Afghanistan 2021
Puncak kepemimpinan Hibatullah Akhundzada terjadi pada Agustus 2021, ketika Taliban berhasil merebut Kabul, yang menandai runtuhnya pemerintahan yang didukung AS dan kembalinya kelompok ini ke kekuasaan setelah 20 tahun berada di luar pemerintahan. Sebagai seorang pemimpin, Akhundzada berupaya keras merancang taktik militer dan mengatur strategi negosiasi yang memungkinkan kelompok ini mendapatkan dukungan serta kendali.
Salah satu pencapaian terbesar selama kepemimpinannya adalah kemampuannya untuk mengonsolidasikan kekuatan Taliban di berbagai wilayah Afghanistan, meskipun sebelumnya pemerintah yang didukung oleh AS memiliki kekuatan dan sumber daya yang lebih besar. Akhundzada memanfaatkan rasa ketidakpuasan sosial dan ekonomi, serta situasi politik yang berlaku di Afghanistan, untuk mempercepat penguasaan negara.
Pendekatan Politik dan Sosial
Di bawah pimpinan Akhundzada, Taliban berusaha menunjukkan perubahan dalam pendekatan sosial dan politik meskipun tetap mempertahankan interpretasi konservatif terhadap hukum Islam. Misalnya, mereka berjanji untuk menghargai hak-hak perempuan, meskipun dalam praktiknya, banyak pembatasan yang tetap diberlakukan, seperti larangan perempuan untuk bekerja di sebagian besar sektor dan pembatasan akses terhadap pendidikan.
Namun, kepemimpinan Akhundzada tetap menghadapi kontroversi, terutama di panggung internasional, di mana banyak pihak meragukan komitmen Taliban terhadap hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Meski demikian, Akhundzada tetap berupaya untuk menunjukkan bahwa ia menjalankan pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang ketat, dengan fokus pada moralitas dan stabilitas.
Pengaruh dan Kontroversi dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan yang Kontroversial
Kepemimpinan Hibatullah Akhundzada telah memicu berbagai reaksi, baik dari masyarakat dalam negeri Afghanistan maupun dari komunitas global. Banyak pengamat menilai Akhundzada sebagai figur pemimpin yang lebih tertutup dan sulit dipahami dibandingkan pendahulunya, seperti Mullah Omar. Ia cenderung menghindari perhatian publik dan lebih memilih untuk memimpin dengan pendekatan yang lebih tertutup dan strategis.
Dalam hal ini, Akhundzada lebih mengutamakan penguatan otoritas Taliban secara internal, memperbaiki organisasi dan struktur kelompok, serta memastikan seluruh anggota mengikuti kebijakan ketat yang ia tetapkan. Hal ini membuat beberapa pihak mengecamnya karena memilih kekuatan dibandingkan diplomasi, khususnya terkait pembatasan kebebasan media dan hak perempuan.
Namun, bagi banyak pendukungnya, Akhundzada dianggap sebagai pemimpin yang konsisten dengan prinsipnya dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal. Ia berhasil membangkitkan semangat perlawanan terhadap pasukan asing serta memperjuangkan visi politik dan sosial yang lebih konservatif.
Tantangan Ke Depan
Ke depan, Hibatullah Akhundzada menghadapi berbagai tantangan besar dalam memimpin Afghanistan. Salah satu tantangan tersebut adalah tekanan internasional yang berupa sanksi, ketegangan dalam hubungan diplomatik, dan sorotan terhadap masalah hak asasi manusia. Selain itu, Taliban perlu menghadapi kondisi sosial dan ekonomi yang sangat sulit, termasuk kemiskinan, ketidakstabilan politik, dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Sebagai pemimpin Taliban, Akhundzada harus mampu menunjukkan bahwa pemerintahannya dapat mengatasi tantangan yang ada tanpa kehilangan identitas ideologis kelompok. Ini akan menguji kemampuan kepemimpinan dan diplomasi Akhundzada dalam membawa Afghanistan menuju keadaan yang lebih stabil, sedangkan prinsip-prinsip dasar Taliban tetap terjaga.