Ferdinand Marcos merupakan salah satu mantan presiden Filipina
yang paling kontroversial dalam sejarah negara itu. Ia menjalani masa jabatannya sebagai presiden dari tahun 1965 hingga 1986, dan kepemimpinannya sangat erat kaitannya dengan berbagai kebijakan yang memicu perdebatan panjang. Meskipun pada awalnya dikenal karena program pembangunan dan modernisasi yang dilakukannya, Marcos kemudian lebih dikenal karena pemerintahan otoriternya yang dipenuhi oleh pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, dan kekayaan yang tidak wajar.
Awal Karier dan Perjalanan Politik Ferdinand Marcos
Ferdinand Marcos lahir pada 11 September 1917 di Sarrat, Ilocos Norte, Filipina. Sebelum terjun ke dunia politik, ia memulai karier militernya dan dikenal sebagai seorang perwira yang berani. Salah satu bagian yang paling dibanggakan dari jalur hidup Marcos adalah klaimnya sebagai pahlawan Perang Dunia II. Ia mengaku sebagai pemimpin gerilya yang hebat, meskipun beberapa pernyataannya kemudian dipertanyakan oleh banyak sejarawan.
Masuk ke Dunia Politik
Marcos memulai karier politiknya setelah menyelesaikan pendidikan. Pada tahun 1949, ia terpilih sebagai anggota Kongres Filipina, dan kemudian menjabat sebagai anggota Senat. Pada tahun 1965, setelah memenangkan pemilu presiden, Ferdinand Marcos memulai masa kepresidenannya yang pertama. Selama kampanye, ia berjanji untuk membawa Filipina menuju kemajuan dan modernisasi, serta mengurangi kemiskinan.
Pemilu dan Kemenangan pada 1965 dan 1969
Pada tahun 1965, Ferdinand Marcos mencalonkan diri sebagai presiden melalui partai Kongres Nasionalista dan berhasil mengalahkan presiden yang sedang menjabat, Diosdado Macapagal. Ia kembali terpilih pada 1969 untuk masa jabatan kedua, meskipun pada masa kedua kepresidenannya, kondisi politik Filipina mulai tegang.
Masa Kepemimpinan Ferdinand Marcos
Masa kepemimpinan Marcos pada awalnya dipandang penuh harapan, berkat berbagai program pembangunan yang dijalankannya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia semakin menunjukkan sisi otoriternya yang merugikan negara dan rakyat Filipina.
Deklarasi Darurat Militer
Pada tahun 1972, Marcos mengumumkan Deklarasi Darurat Militer yang memberinya kekuasaan penuh untuk memerintah tanpa batasan hukum. Dalam masa darurat ini, Marcos mengendalikan seluruh cabang pemerintahan, menangguhkan konstitusi, dan membekukan kebebasan sipil. Banyak pemimpin oposisi ditangkap, dan media dikendalikan dengan ketat. Meskipun tujuannya diklaim untuk mengatasi ancaman dari kelompok komunis dan pemberontakan, kebijakan ini sering dianggap sebagai langkah untuk memperpanjang masa kekuasaannya.
Kekayaan dan Korupsi
Selama masa pemerintahannya, Marcos dan istrinya, Imelda Marcos, dikenal dengan gaya hidup mewah dan koleksi barang-barang pribadi yang berlebihan. Sebuah investigasi yang dilakukan setelah ia digulingkan mengungkapkan bahwa ia telah mengalihkan sebagian besar kekayaan negara ke rekening pribadinya, diperkirakan mencapai 5 hingga 10 miliar dolar AS. Korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh Marcos dan keluarganya mengarah pada klaim bahwa sebagian besar dana pembangunan negara digunakan untuk memperkaya diri mereka sendiri.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Di bawah pemerintahan Marcos, terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia. Ribuan orang dilaporkan menjadi korban penyiksaan, pembunuhan, dan penghilangan paksa oleh pemerintahannya. Para aktivis, oposisi politik, dan pemimpin gereja yang kritis terhadap kebijakan Marcos menjadi sasaran kekerasan. Pelanggaran ini menjadi sorotan internasional dan menjadi salah satu alasan terbesar jatuhnya kekuasaan Marcos.
Jatuhnya Pemerintahan Ferdinand Marcos
Pada tahun 1983, ketegangan politik semakin meningkat setelah pembunuhan Benigno Aquino Jr. , seorang tokoh oposisi terkenal yang kembali ke Filipina dari pengasingan. Pembunuhan ini memicu kemarahan besar di kalangan rakyat Filipina dan menyebabkan peningkatan perlawanan terhadap pemerintahan Marcos.
Revolusi EDSA
Pada tahun 1986, setelah pemilu yang dipenuhi kecurangan, masyarakat Filipina bangkit dan melawan secara besar-besaran melalui Revolusi EDSA. Revolusi ini adalah sebuah gerakan damai yang melibatkan jutaan orang yang berunjuk rasa menuntut pengunduran diri Marcos. Dengan adanya dukungan militer yang beralih mendukung oposisi, Ferdinand Marcos pada akhirnya meninggalkan Filipina bersama keluarganya pada 25 Februari 1986 dan pergi ke Hawaii, Amerika Serikat, di mana ia tinggal hingga meninggal dunia pada 28 September 1989.
Warisan dan Kontroversi
Ferdinand Marcos meninggalkan legasi yang dipenuhi dengan kontroversi. Di satu sisi, ia dikenal karena berbagai proyek pembangunan infrastruktur besar di Filipina, namun di sisi lain, masa pemerintahannya dianggap sebagai masa kelam bagi banyak rakyat Filipina, terutama karena pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang terjadi sepanjang pemerintahannya.
Setelah kejatuhan Marcos, berbagai upaya dilakukan untuk mengadili ia dan keluarganya, namun banyak aset mereka yang sudah hilang. Nama Marcos tetap menjadi simbol dari sebuah rezim otoriter yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat.